Kamis, 28 Maret 2013

BABAD BULELENG


Setelah kalahnya Baginda Raja Bedahulu di Bali, oleh beliau Sri Aji Kala Gemet, sebagai pelindung daerah, yang berkedudukan di Majalange, akhirnya keadaan Bali pada saat itu menjadi tenang, sehingga tidak senanglah Patih Nirada Mada, melihat peraturan tata tertib rusak, adalah beliau yang bernama Dang Hyang Kapakisan, seorang pandita yang sudah sempurna, beliau dipakai sebagai bagawanta oleh Nirada Mada, beliau berputra yang lahir dari batu, hasil dari pemujaan beliau kepada Hyang Surya (Asurya sewana) sehingga mendapatkan seorang bidadari di taman, dia itulah akhirnya dipakai istri oleh beliau, akhirnya berputralah beliau laki-laki tiga orang, salah satu adalah wanita, mereka itulah yang dicalonkan oleh Gajah Mada untuk memerintah, dimohon kepada sang pendeta, yang tertua dinobatkan di Brambangan, adiknya memerintah di Pasuruhan, dan yang bungsu menjadi penguasa di daerah Bangsul (Bali), bernama Sri Dalem Kresna Kepakisan, I Dewa Wawu Rawuh nama lain beliau, beliau beristana di desa Samprangan, ada lagi pengikut baginda yang bertahta sebagai raja Bali Aga yang bergelar Maharaja Kapakisan, di antaranya, beliau Sirarya Kanuruhan, Arya Wangbang, Arya Kenceng, Arya Dalancang, Arya Tan Wikan, Arya Pangalasan, Arya Manguri, sira Wang Bang, terakhir Arya Kuta Waringin, dan ada lagi tiga orang wesya, bernama Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur

Senin, 04 Februari 2013

Sejarah Peradaban Nusantara

Proses pertumbuhan dan perkembangan suatu budaya dapat digambarkan dengan dua model, yaitu sebagai kurva mendatar yang semakin melengkung di ujungnya, atau sebagai jenjang tangga yang semakin menanjak. Dalam model pertama, dibayangkan kebudayaan itu tumbuh dan berkembang terus-menerus tanpa ada hentinya dan semakin lama semakin cepat. Sementara itu, model kedua memberikan gambaran kebudayaan berkembang secara bertahap. Ada saatnya kebudayaan itu mandeg atau dengan kata lain, keadaan seimbang. Keadaan ini dapat disebut ekuilibrium dinamis, yang terjadi ketika suatu budaya berada dalam keadaan mantap dan stabil.

Budaya Simalungun - Kerajaan Simalungun.

Riwayat asal mula kerajaan Simalungun hingga kini belum diketahui pasti, terutama tentang kerajaan pertama yakni Nagur (Nagore, Nakureh). Demikian pula kerajaan Batanghiou serta Tanjung Kasau. Kehidupan kerajaan ini hanya dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan petualang dunia terutama Marcopolo dan petualang dari Tiongkok ataupun dari hikayat-hikayat (poestaha partikkian) yang meriwayatkan kerajaan tersebut. Di zaman purba wilayah Simalungun mempunyai2 buah kerajaan besar yaitu pertama kerajaan Nagur yang ada di dalam catatan Tiongkok abad ke-15 (“Nakuerh”) dan oleh Marcopolo tatkala ia singgah di Pasai tahun 1292 M. kerajaan besar itu menguasai wilayah sampai-sampai ke Hulu Padang-Bedagai dan Hulu Asahan. Kerajaan tua yang lain ialah Batangio yang terletak di Tanah Jawauri (Tanoh Jawa). 

Minggu, 03 Februari 2013

Empat Retakan Jiwa Bangsa Nusantara

“Perahu Retak” aslinya adalah judul sebuah lakon teater di awal 1980an yang berkisah tentang sejarah Nusantara pada awal abad 15. Inti kandungannya adalah kegagalan Bangsa (yang pernah sangat besar) Nusantara untuk menemukan kepribadian sosialnya sesudah punahnya kekuasaan besar Kerajaan Majapahit.

Mengeja Cahaya

Pada perjalanan menghadiri Maiyahan akhir-akhir ini, saya banyak bertemu pelajaran-pelajaran penting melalui beberapa keadaan dan peristiwa yang aku lalui disepanjang perjalanan. Sebagai misalnya, di malam hari tanggal 12 April yang lalu ketika akan menghadiri maiyahan dalam rangka mengenang 100 tahun Hamengkubuwono IX di Pagelaran Keraton Jogjakarta, saya harus berhenti di tengah jalan sebab hujan teramat deras sehingga aku memutuskan untuk berteduh di sebuah warung sederhana yang telah tutup. Bersama seorang teman yang penggiat wayang kulit, kami menunggu hujan reda sambil menikmati kretek kegemaran dalam hawa dingin serta cuaca gelap yang menerbitkan keraguan pelan-pelan. Hari makin beranjak malam sementara hujan belum nampak akan segera mereda. Kami saling pandang membawa kebimbangan apakah akan meneruskan perjalanan ataukah pulang kembali ke rumah dan membatalkan perjalanan.

Kalau Nyunggi Wakul Jangan Gembelengan

“Bapak-bapak dan Ibu-ibu jangan banyak berharap kepada saya. Jangan bandingkan saya dengan para ustadz, para alim ulama dan para penceramah yang hebat-hebat itu karena saya tidak punya kemampuan seperti mereka. Sebab saya bukan berlatar belakang santri sehingga tidak punya banyak ilmu agama seperti mereka. Saya disini hanya sami’na wa atho’na kepada para pemrakarsa kegiatan ini. Jadi, malam ini saya hanya akan mengajak sholawatan dan berdzikir sedikit-sedikit”, demikian Cak Nun membuka pengajian di lapangan markas KOPASUS Kandang Menjangan, Surakarta pada 29 Juni 2012 malam yang lalu.

Hari Ini Adalah Benih

Bahwa sudah pasti setiap muslim yang telah baligh serta sehat wal afiat akalnya akan mengimani terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad. Keyakinan dan keimanan terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj bukan karena ia telah lolos dari penelitian ilmiah oleh ratusan bahkan ribuan profesor, juga bukan karena ia telah dikuatkan dengan — misalnya — diturunkannya keputusan presiden dari seluruh negara di kolong langit, tapi karena berita itu secara langsung tersurat dalam Al-Qur’an yang sudah pasti tidak mungkin tidak ilmiah, tidak mungkin salah dan sangat tidak mungkin mengandung keragu-raguan.