Setelah kalahnya
Baginda Raja Bedahulu di Bali, oleh beliau Sri Aji Kala Gemet, sebagai
pelindung daerah, yang berkedudukan di Majalange, akhirnya keadaan Bali pada
saat itu menjadi tenang, sehingga tidak senanglah Patih Nirada Mada, melihat
peraturan tata tertib rusak, adalah beliau yang bernama Dang Hyang Kapakisan,
seorang pandita yang sudah sempurna, beliau dipakai sebagai bagawanta oleh
Nirada Mada, beliau berputra yang lahir dari batu, hasil dari pemujaan beliau
kepada Hyang Surya (Asurya sewana) sehingga mendapatkan seorang bidadari di
taman, dia itulah akhirnya dipakai istri oleh beliau, akhirnya berputralah
beliau laki-laki tiga orang, salah satu adalah wanita, mereka itulah yang
dicalonkan oleh Gajah Mada untuk memerintah, dimohon kepada sang pendeta, yang
tertua dinobatkan di Brambangan, adiknya memerintah di Pasuruhan, dan yang
bungsu menjadi penguasa di daerah Bangsul (Bali), bernama Sri Dalem Kresna
Kepakisan, I Dewa Wawu Rawuh nama lain beliau, beliau beristana di desa
Samprangan, ada lagi pengikut baginda yang bertahta sebagai raja Bali Aga yang
bergelar Maharaja Kapakisan, di antaranya, beliau Sirarya Kanuruhan, Arya
Wangbang, Arya Kenceng, Arya Dalancang, Arya Tan Wikan, Arya Pangalasan, Arya
Manguri, sira Wang Bang, terakhir Arya Kuta Waringin, dan ada lagi tiga orang
wesya, bernama Tan Kober, Tan Kawur, Tan Mundur
Misteri Sejarah Kebudayaan Indonesia
Kamis, 28 Maret 2013
Senin, 04 Februari 2013
Sejarah Peradaban Nusantara
Proses pertumbuhan dan perkembangan
suatu budaya dapat digambarkan dengan dua model, yaitu sebagai kurva mendatar
yang semakin melengkung di ujungnya, atau sebagai jenjang tangga yang semakin
menanjak. Dalam model pertama, dibayangkan kebudayaan itu tumbuh dan berkembang
terus-menerus tanpa ada hentinya dan semakin lama semakin cepat. Sementara itu, model
kedua memberikan gambaran kebudayaan berkembang secara bertahap. Ada saatnya
kebudayaan itu mandeg atau dengan kata lain, keadaan seimbang. Keadaan ini
dapat disebut ekuilibrium dinamis, yang terjadi ketika suatu budaya berada
dalam keadaan mantap dan stabil.
Budaya Simalungun - Kerajaan Simalungun.
Riwayat asal mula kerajaan Simalungun hingga kini belum
diketahui pasti, terutama tentang kerajaan pertama yakni Nagur (Nagore,
Nakureh). Demikian pula kerajaan Batanghiou serta Tanjung Kasau. Kehidupan kerajaan
ini hanya dapat ditelusuri dari tulisan-tulisan petualang dunia terutama
Marcopolo dan petualang dari Tiongkok ataupun dari hikayat-hikayat (poestaha partikkian) yang meriwayatkan kerajaan tersebut. Di
zaman purba wilayah Simalungun mempunyai2 buah kerajaan besar yaitu pertama kerajaan Nagur
yang ada di dalam catatan Tiongkok abad ke-15 (“Nakuerh”) dan oleh Marcopolo
tatkala ia singgah di Pasai tahun 1292 M. kerajaan besar itu menguasai wilayah
sampai-sampai ke Hulu Padang-Bedagai dan Hulu Asahan. Kerajaan tua yang lain
ialah Batangio yang terletak di Tanah Jawauri (Tanoh Jawa).
Minggu, 03 Februari 2013
Empat Retakan Jiwa Bangsa Nusantara
“Perahu Retak” aslinya adalah judul sebuah lakon teater di awal 1980an yang
berkisah tentang sejarah Nusantara pada awal abad 15. Inti kandungannya adalah
kegagalan Bangsa (yang pernah sangat besar) Nusantara untuk menemukan
kepribadian sosialnya sesudah punahnya kekuasaan besar Kerajaan Majapahit.
Mengeja Cahaya
Pada perjalanan menghadiri Maiyahan akhir-akhir ini, saya banyak bertemu pelajaran-pelajaran
penting melalui beberapa keadaan dan peristiwa yang aku lalui disepanjang
perjalanan. Sebagai misalnya, di malam hari tanggal 12 April yang lalu ketika
akan menghadiri maiyahan dalam rangka mengenang 100 tahun Hamengkubuwono IX di
Pagelaran Keraton Jogjakarta, saya harus berhenti di tengah jalan sebab hujan
teramat deras sehingga aku memutuskan untuk berteduh di sebuah warung sederhana
yang telah tutup. Bersama seorang teman yang penggiat wayang kulit, kami
menunggu hujan reda sambil menikmati kretek kegemaran dalam hawa
dingin serta cuaca gelap yang menerbitkan keraguan pelan-pelan. Hari makin
beranjak malam sementara hujan belum nampak akan segera mereda. Kami saling
pandang membawa kebimbangan apakah akan meneruskan perjalanan ataukah pulang
kembali ke rumah dan membatalkan perjalanan.
Kalau Nyunggi Wakul Jangan Gembelengan
“Bapak-bapak
dan Ibu-ibu jangan banyak berharap kepada saya. Jangan bandingkan saya dengan
para ustadz, para alim ulama dan para penceramah yang hebat-hebat itu karena
saya tidak punya kemampuan seperti mereka. Sebab saya bukan berlatar belakang
santri sehingga tidak punya banyak ilmu agama seperti mereka. Saya disini hanya
sami’na wa atho’na kepada para pemrakarsa kegiatan ini. Jadi, malam ini
saya hanya akan mengajak sholawatan dan berdzikir sedikit-sedikit”, demikian
Cak Nun membuka pengajian di lapangan markas KOPASUS Kandang Menjangan,
Surakarta pada 29 Juni 2012 malam yang lalu.
Hari Ini Adalah Benih
Bahwa sudah pasti setiap muslim yang telah baligh serta sehat wal afiat
akalnya akan mengimani terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad.
Keyakinan dan keimanan terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj bukan karena ia telah
lolos dari penelitian ilmiah oleh ratusan bahkan ribuan profesor, juga bukan
karena ia telah dikuatkan dengan — misalnya — diturunkannya keputusan presiden
dari seluruh negara di kolong langit, tapi karena berita itu secara langsung
tersurat dalam Al-Qur’an yang sudah pasti tidak mungkin tidak ilmiah, tidak
mungkin salah dan sangat tidak mungkin mengandung keragu-raguan.
Langganan:
Postingan (Atom)