Kesadaran
seseorang untuk berbuat sesuatu, sesungguhnya ditentukan oleh sejauhmana
“ideologi” yang dianut oleh orang tersebut. Seseorang yang berideologi
kapitalis akan berbeda tindakannya dengan seseorang yang berideologi sosialis
jika melihat sebidang tanah misalnya. Demikian pula tukang jual angkringan,
jika melihat sebatang kayu maka yang ada di benaknya hanyalah bagaimana
memanfaatkannya menjadi kayu bakar. Sebaliknya seniman dari Bali, ketika
melihat kayu tersebut maka di benaknya hanya ada pikiran bagaimana membuat
patung yang mahal harganya.
Karenanya
ketika heboh film Kiamat 2012 beberapa waktu yang lalu disikapi oleh generasi
muda kita dengan “hanya menonton”, maka ini merupakan gambaran seberapa lemah
kemampuan “iqro” atau “ijtihad”, generasi muda kita. Padahal
penanggalan Suku Maya Kuno ini sarat dengan ilmu pengetahuan, terutama
astronomi, dan sudah heboh lebih dari 10 tahun silam.
Suku Maya
Kuno sedikitnya menciptakan 20 buah kalender yang disesuaikan dengan siklus
waktu. Konon tingkat keakurasiannya sangat tinggi, yakni hanya meleset satu
hari setiap 1000 tahun! Bangsa ini sangat terobsesi kepada ilmu astronomi dan
matematika. Bangsa yang hidup pada millennium pertama sesudah masehi ini,
mendiami wilayah yang kini dikenal sebagai Mexico bahkan sampai ke Yucatan dan
Honduras.
Ramalan bahwa
tanggal 21 Desember 2012, adalah merupakan titik balik musim dingin tahunan,
merupakan ramalan yang dikagumi para astronom moderen saat ini. Pada saat itu,
titik Utara Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari. Tentu perubahan
posisi bumi yang cukup ekstrem tersebut akan membawa konsekuensi, misalnya
siang menjadi lebih pendek, serta tata surya matahari sebagai pusatnya, akan
menutupi pemandangan pusat galaksi Bimasakti dari Bumi. Dari pandangan ilmiah
rasional, jelas akan terjadi berbagai perubahan di muka bumi ini karena energi
dari titik pusat galaksi Bimasakti yang seharusnya mengalir ke bumi, menjadi
terhambat. Disinilah perubahan iklim maupun perubahan ekologis lainnya bakal
terjadi. Artinya akan ada sinkronisasi galaktik (galactic synchronization),
yakni adanya kejadian pembalikan kutub bumi. Orang boleh jadi menyebutnya
sebagai “bencana”. Padahal sesungguhnya alam tengah mencari “keseimbangan”
baru.
Kesadaran Religius
Ramalan Suku
Maya Kuno ini sesungguhnya merupakan bentuk kesadaran religius, dimana alam
semesta memiliki siklus dan manusia harus menyesuaikan dengan yang maha abadi,
yakni Tuhan. Ramalan tanggal 21 Desember 2012 yang disebutkan di atas hanyalah
bentuk dari proses “kelahiran” Ibu Bumi, dengan “kontraksi” yang membuat alam
ini “menggeliat”.
Perubahan
posisi bumi dan matahari terhadap galaksi Bimasakti inilah yang menimbulkan
satu titik awal baru. Kehidupan manusia seolah berada di titik NOL karena
kecepatan itu telah mencapai puncaknya, dan ini disebut titik Omega. Peradaban
manusia telah bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Dari jaman pra-sejarah
sampai jaman pertanian, dibutuhkan waktu ribuan tahun. Dari jaman pertanian ke
jaman industri, juga dibiutuhkan waktu ratusan tahun. Sebaliknya di jaman
informasi ini, dunia bergerak sangat cepat dalam hitungan bulan, dan orang
sudah menyaksikan perubahan luar biasa.
Perubahan
seperti inilah yang mengancam “status quo”. Jauh hari Karl Marx juga
membuat buku yang penuh ramalan, bahwa perjuangan kelas kelak akan menghasilkan
tatanan masyarakat baru dimana tidak akan ada lagi eksploitasi. Inilah yang
terjadi dalam tradisi berbagai suku bangsa serta agama, dimana fungsi ramalan
adalah untuk kesiapan menghadapi hari esok. Artinya antara mitologi dan
berbagai dimensi spiritual mestinya saling terkait, dan ini mestinya jadi
pelajaran kaum ilmuwan agar rasionalisme — apapun bentuknya — tetap
berlandaskan dimensi spiritualisme.
Kalau ini
mampu dilakukan, maka orang akan terhindar dari “kutukan” alam, atau setidaknya
ia mampu memahami berbagai gejala alam dan gejala sosial lainnya dalam dimensi
etik-spiritualistik. Dunia materi tidak hanya dapat dipahami secara rasional
belaka, namun juga harus dipandang dari mata batin, penuh kewaskitaan.
Demikian
pula, hitungan kalender siklus Suku Maya Kuno ini juga hendak mengajak manusia
untuk memahami alam dan ini berarti sebuah revolusi titik kesadaran holistik
untuk menjalani proses menuju ke-abadi-an. Kalangan agamawan menyebutnya
kembali kepada sang pencipta, dan dalam Islam dikenal adanya “inalillahi wa innailaihi
rojiun” semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Tidak ada
yang abadi di dunia ini.
Karenanya ,
Rasululloh pernah mengingatkan tentang keseimbangan antara “pasar dan masjid”.
Jika kamu terlalu lama di pasar (dalam arti luas), segeralah kembali ke masjid,
sebab pasar akan membawamu ke arah materialistis. Ketika ke masjid, maka nurani
dan akalmu akan didinginkan bahwa kelak semua materi itu tidak akan kau bawa
mati. Materi akan dapat dibawa mati jika mampu ditransformasikan menjadi energi,
cahaya atau nur, atau dalam bahasa agamanya “diamal-salehkan” uang dan hartamu
hanya dapat dibawa mati jika diperoleh dengan cara yang halal dan digunakan
untuk kebaikan bersama.
Dari titik
inilah kesadaran religius coba dibangkitkan dalam perhitungan Suku Maya Kuno
ini. Ramalan tentang perubahan bumi jelas mengajak agar manusia merawat dan
menghargai bumi dan isinya dengan penuh cinta kasih, dan ini hanya akan dapat
dicapai jika manusia mampu memahami siapa dirinya, apa hakekat tradisi
penciptaan Tuhan ini, dan kesadaran tentang diri yang bagaikan sebutir debu
halus di tengah samudera jagad raya atau alam semesta yang tak terbatas luasnya
ini.
Manusia Remeh
Jika manusia
gagal menyadari siapa dirinya dan apa kedudukannya di alam semesta ini (baca:
bukan hanya di bumi ini), maka ia akan menjadi manusia remeh yang
menomorsatukan kepentingan pribadi di dunia dan keserakahan lainnya. Ini bisa
kita lihat setiap kali bulan Puasa sudah berlalu, misalnya, yang biasanya
korupsi kembali ke korupsi, yang biasanya menindas kembali lebih menindas
rakyat, yang biasanya berucap kotor malahan lebih kotor lagi, yang biasanya
melanggar tata tertib di mana saja kembali tidak disiplin (di jalan raya, antre
tiket, telat rapat, buang sampah sembarangan dst). Artinya ibadah ritual agama
jadinya hanya menjadi semacam “kelangenan” religius yang tidak ada
hubungannya dengan perbaikan kualitas keruhanian kita dalam menyikapi dunia
untuk menuju akherat kelak. Kesadaran religiusitas mestinya sanggup
“menyatukan” kita dengan Allah. Yang ada hanyalah Allah dan kita milik Allah.
Makna ini
penting dicermati terutama bagi pemimpin, pejabat (KPK, Polri, Kejagung, DPR,
anggota parpol, pejabat negara, dst) yang kini tengah menjalani “ujian
sejarah”. Mereka mestinya adalah orang-orang terpilih yang mestinya memiliki
kesadaran bahwa kekuasaan dan harta bersifat sementara, dan akan “mengabadi”
ketika mampu ditransformasikan menjadi nur lewat perbuatan amal saleh, atau
“dienergikan” agar melembut dengan jalan didistribusikan atau diabdikan buat kebaikan
bersama. Inilah yang harus ditangkap dalam gemuruh isu kiamat 2012 kali ini,
bukan hanya berebut untuk menyaksikan film-nya yang memperkaya sutradara dan
pemainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar