Sabtu, 02 Februari 2013

Tahun 2012 adalah Tahun Sepur Langsir

Tahun 2012 adalah tahun ketidakjelasan. Menurut bahasa anak-anak yang suka nonton sepur di bawah jembatan layang Lempuyangan, peristiwa-peristiwa, maksud baik, dan tindakan-tindakan banyak pihak, mirip dengan sepur langsir

“Ya, Kek, itu kereta apinya langsir. Maju kesana, lalu mundur kesini. Begitu berkali-kali,” begitu kata cucu saya saat melihat sepur langsir.


Apa yang terjadi dengan sepur ketika langsir?

Sepur itu bolak-balik melintasi rel, dia mau pindah jalur rel, kemudian balik lagi. Sementara kendaraan yang terhalang oleh teteg sepur (palang kereta api) tidak bisa jalan. Macet. Menunggu proses langsir usai.

Jadinya lucu. Di satu pihak, sang sepur bolak-balik, di pihak lain ada sederet kendaraan yang macet tidak bisa jalan terhalang teteg sepur. Sebagai penguasa rel, sepur memiliki kekuasaan dan wewenang dan hak untuk berjalan bolak-balik. Sebab yang tengah berlaku adalah mekanisme rel, bukan mekanisme jalan aspal.

Dan sebagai pengguna jalan, kendaraan-kendaraan itu harus menunda maksudnya. Mereka tidak dapat segera sampai tujuan karena terhalang oleh pagar lintasan, dan terhalang oleh kelakuan sepur yang melintas-lintas bolak balik.

Anak-anak yang menonton adegan sepur langsir senang. Bahkan banyak yang bertepuk tangan. Tetapi bagi pengendara motor, sopir kendaraan roda empat, ini menjengkelkan. Wajah mereka bisa buram dan mengandung amarah tersembunyi. Sebab mereka merasa berhak berjalan di atas aspal, tetapi aspalanya terpotong rel. Demikian juga waktu. Waktu untuk menjalankan motor atau mobil terpotong oleh waktu masinis yang sedang menjalankan sepur langsir.

Dalam praktik politik kenegaraan dan politik kepartaian yang mengabaikan politik kerakyatan sekarang, dan sepertinya selama tahun 2012 yang berjalan adalah politik sepur langsir itu. Ada pihak yang dapat seenaknya memaju-mundurkan omongannya dan tindakannya, dan kedua langkah (maju dan mundur) itu sama-sama menguntungkan dirinya. Sementara itu ada pihak lain yang kebetulan apes menjadi penuggang motor atau pengemudi mobil, terpaksa harus sabar dan mengalah atau merasa kalah beneran, ketika harus menghentikan kendaraannya. Kepentingan mereka sebagai pengemudi partai motor dan partai mobil ternyata telah terpotong oleh kepentingan pengemudi partai sepur langsir.

Pada saat demikian, berteriak-teriak tidak ada gunanya. Klakson sekeras apapun sampai hampir meruntuhkan langit tidak akan berpengaruh apa-apa. Bahkan jika mereka yang berada di pihak partai motor dan partai mobil ingin melakukan “revolusi” dengan cara merobohkan pagar lintasan. Mereka pasti akan dihantam oleh sepur langsir yang merasa rel adalah satu-satunya jalan yang sah waktu itu. Yang disebut rel bisa berarti hukum, undang-undang, peraturan yang dibuat untuk memperlancar jalannya sepur.

Jalan aspal sebenarnya juga hukum, peraturan, atau undang-undang, tetapi posisinya memang dibuat kalah oleh kehadiran rel. Kalau melawan rel, mereka akan dikalahkan, ditabrak dan dilumatkan, dan tetap dianggap yang bersalah. Kalau nekad, akan dianggap yang bersalah. Kalau mengalah akan dianggap sopan, benar walau kepala mau meledak.
Lantas, bagaimana sebaiknya?

Menurut cucu saya, sebaiknya semua menunggu dengan kesabaran yang optimal. “Sabar to Kek, nanti kan sepurnya capek dia berhenti sendiri, palang pintu dibuka,” katanya.
Saat itu motor dan mobil boleh melenggang. Hukum, peraturan, undang-undang jalan beraspal diberlakukan. Mereka membunyikan klakson keras-keras berburu arah depan. Tetapi karena tadi kendaraan bertumpuk, jalannya cepat terseok-seok. Macet, tetapi tidak total.
Cucu saya jadi senang mendengar suara hingar bingar. Gaduh. Dan gaduh, konon sudah menjadi lambang demokrasi.

Sangat mungkin, jika antrean motor dan mobil itu amat panjang, maka ada beberapa kendaraan di belakang belum sempat melintasi rel, sudah keburu datang sepur langsir lagi.

“Hore ada lagi sepur langsir Kek,” teriak cucu sambil bertepuk tangan.
“Waduh. Kasihan motor dan mobil itu,” celetukku.
Maksudnya, apakah kalau tahun 2012 adalah tahun sepur langsir, maka tahun 2013 nanti juga akan menjadi tahun sepur langsir? Terutama mereka yang mau langsir untuk pindah jalur menuju rel Capres menuju tahun 2014? Sementara itu ada Capres yang mau lewat jalan aspal terhalang oleh palang kereta.

Memang ada alternatif untuk menerobos kemacetan politik semacam ini. Kemacetan lalu lintas politik akibat kelakuan partai sepur langsir dan partai motor dan mobil ini dapat diterobos lewat pembangunan jalan layang. Masalahnya, adakah ada jembatan layang politik di negeri ini?
Tentu, cucu saya tidak bisa berpikir sejauh itu. Dia hanya bisa menikmati sepur langsir dan kendaraan macet. Sementara kendaraan yang melaju lewat jalan layang di atas tidak dia perhatikan, karena tidak terlihat dari bawah.

Saya, sebagai kakek yang menyibukkan diri dengan menafsirkan dan memaknakan kejadian itu akhirnya bingung sendiri. Dengan demikian, tahun 2013 ini agaknya kita akan bertemu dengan ketidakjelasan juga. Ketidakjelasan seperti apa? Tidak ada yang tahu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar