Tahun 2012 adalah tahun ketidakjelasan. Menurut bahasa anak-anak yang suka
nonton sepur di bawah jembatan layang Lempuyangan, peristiwa-peristiwa,
maksud baik, dan tindakan-tindakan banyak pihak, mirip dengan sepur langsir.
“Ya, Kek, itu kereta apinya langsir. Maju kesana, lalu mundur kesini.
Begitu berkali-kali,” begitu kata cucu saya saat melihat sepur langsir.
Apa yang terjadi dengan sepur ketika langsir?
Sepur itu bolak-balik melintasi rel, dia mau pindah jalur rel, kemudian
balik lagi. Sementara kendaraan yang terhalang oleh teteg sepur (palang
kereta api) tidak bisa jalan. Macet. Menunggu proses langsir usai.
Jadinya lucu. Di satu pihak, sang sepur bolak-balik, di pihak lain
ada sederet kendaraan yang macet tidak bisa jalan terhalang teteg sepur.
Sebagai penguasa rel, sepur memiliki kekuasaan dan wewenang dan hak
untuk berjalan bolak-balik. Sebab yang tengah berlaku adalah mekanisme rel,
bukan mekanisme jalan aspal.
Dan sebagai pengguna jalan, kendaraan-kendaraan itu harus menunda maksudnya.
Mereka tidak dapat segera sampai tujuan karena terhalang oleh pagar lintasan,
dan terhalang oleh kelakuan sepur yang melintas-lintas bolak balik.
Anak-anak yang menonton adegan sepur langsir senang. Bahkan banyak
yang bertepuk tangan. Tetapi bagi pengendara motor, sopir kendaraan roda empat,
ini menjengkelkan. Wajah mereka bisa buram dan mengandung amarah tersembunyi.
Sebab mereka merasa berhak berjalan di atas aspal, tetapi aspalanya terpotong
rel. Demikian juga waktu. Waktu untuk menjalankan motor atau mobil terpotong
oleh waktu masinis yang sedang menjalankan sepur langsir.
Dalam praktik politik kenegaraan dan politik kepartaian yang mengabaikan
politik kerakyatan sekarang, dan sepertinya selama tahun 2012 yang berjalan
adalah politik sepur langsir itu. Ada pihak yang dapat seenaknya
memaju-mundurkan omongannya dan tindakannya, dan kedua langkah (maju dan
mundur) itu sama-sama menguntungkan dirinya. Sementara itu ada pihak lain yang
kebetulan apes menjadi penuggang motor atau pengemudi mobil, terpaksa harus sabar
dan mengalah atau merasa kalah beneran, ketika harus menghentikan kendaraannya.
Kepentingan mereka sebagai pengemudi partai motor dan partai mobil ternyata
telah terpotong oleh kepentingan pengemudi partai sepur langsir.
Pada saat demikian, berteriak-teriak tidak ada gunanya. Klakson sekeras
apapun sampai hampir meruntuhkan langit tidak akan berpengaruh apa-apa. Bahkan
jika mereka yang berada di pihak partai motor dan partai mobil ingin melakukan
“revolusi” dengan cara merobohkan pagar lintasan. Mereka pasti akan dihantam
oleh sepur langsir yang merasa rel adalah satu-satunya jalan yang sah waktu
itu. Yang disebut rel bisa berarti hukum, undang-undang, peraturan yang dibuat
untuk memperlancar jalannya sepur.
Jalan aspal sebenarnya juga hukum, peraturan, atau undang-undang, tetapi
posisinya memang dibuat kalah oleh kehadiran rel. Kalau melawan rel, mereka
akan dikalahkan, ditabrak dan dilumatkan, dan tetap dianggap yang bersalah.
Kalau nekad, akan dianggap yang bersalah. Kalau mengalah akan dianggap sopan, benar
walau kepala mau meledak.
Lantas, bagaimana sebaiknya?
Menurut cucu saya, sebaiknya semua menunggu dengan kesabaran yang optimal.
“Sabar to Kek, nanti kan sepurnya capek dia berhenti sendiri,
palang pintu dibuka,” katanya.
Saat itu motor dan mobil boleh melenggang. Hukum, peraturan, undang-undang
jalan beraspal diberlakukan. Mereka membunyikan klakson keras-keras berburu
arah depan. Tetapi karena tadi kendaraan bertumpuk, jalannya cepat
terseok-seok. Macet, tetapi tidak total.
Cucu saya jadi senang mendengar suara hingar bingar. Gaduh. Dan gaduh, konon
sudah menjadi lambang demokrasi.
Sangat mungkin, jika antrean motor dan mobil itu amat panjang, maka ada
beberapa kendaraan di belakang belum sempat melintasi rel, sudah keburu datang sepur
langsir lagi.
“Hore ada lagi sepur langsir Kek,” teriak cucu sambil bertepuk
tangan.
“Waduh. Kasihan motor dan mobil itu,” celetukku.
Maksudnya, apakah kalau tahun 2012 adalah tahun sepur langsir, maka tahun
2013 nanti juga akan menjadi tahun sepur langsir? Terutama mereka yang
mau langsir untuk pindah jalur menuju rel Capres menuju tahun 2014? Sementara
itu ada Capres yang mau lewat jalan aspal terhalang oleh palang kereta.
Memang ada alternatif untuk menerobos kemacetan politik semacam ini.
Kemacetan lalu lintas politik akibat kelakuan partai sepur langsir dan
partai motor dan mobil ini dapat diterobos lewat pembangunan jalan layang.
Masalahnya, adakah ada jembatan layang politik di negeri ini?
Tentu, cucu saya tidak bisa berpikir sejauh itu. Dia hanya bisa menikmati sepur
langsir dan kendaraan macet. Sementara kendaraan yang melaju lewat jalan
layang di atas tidak dia perhatikan, karena tidak terlihat dari bawah.
Saya, sebagai kakek yang menyibukkan diri dengan menafsirkan dan memaknakan
kejadian itu akhirnya bingung sendiri. Dengan demikian, tahun 2013 ini agaknya
kita akan bertemu dengan ketidakjelasan juga. Ketidakjelasan seperti apa? Tidak
ada yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar