Manakala bagian-bagian luar dari suatu pusaran telah hancur dan yang tersisa
hanya pusat porosnya maka yang tersisa disebut “al baqiyyat al baaqiyah”.
Apabila daun-daun, ranting dan cabang-cabang suatu pohon telah berguguran dan
yang tinggal hanya akar-akarnya maka yang tinggal disebut “al baqiyyat al
baaqiyah”. Ketika para sahabat Nabi Muhammad SAW telah pada kembali ke pangkuan
ilahi maka sahabat yang masih hidup disebut pula “al baqiyyat al baaqiyah”.
Ibarat “journey” perjalanan hidup seperti dilukiskan al Aththar adalah
perjuangan semesta yang tidak hanya mengandalkan kemauan, harapan, dan semangat
saja tetapi juga kemampuan mengatasi berbagai aral melintang di jalan mi’raj
yang penuh liku serta penuh dengan jurang di sekelilingnya. Memang, tidaklah
sia-sia mempertanyakan mengapa harus ada perjuangan meski Tuhan tidak meminta
persetujuan manusia sebelum menciptakannya, kata JP. Sartre.
Disadari atau tidak, dan diakui atau tidak, kita sebagai bangsa maupun
sebagai umat sudah terlarut dalam agenda hegemoni kultur konsumerisme yang
merupakan bentuk baru, wajah baru dan ideologi baru imperialisme. Kaum
intelektual cerdik pandai menyebut era kita sekarang ini, abad 21 sebagai era
posmodernitas atau posmodernisme. Intinya adalah perang atau setidaknya
pergelutan dalam pembentukan maindset melalui rekonstruksi narasi dan
metanarasi. Kita bersikap dan memilih suatu perilaku karena mindset yang telah
terbentuk oleh ceritera tentang diri dan alam sekitar kita. Meski tidak mampu
membuktikan kebenaran tanggal lahir dan proses kelahiran Anda tapi tetap
percaya bahwa Surat Keterangan Lahir dari Kelurahan, merupakan dokumen yang
memuat data resmi yang tak dapat diperdebatkan. Anda memilih bersikap atau
tidak bersikap, menjalani suatu perilaku atau tidak menjalani sesuai dengan
zodiak yang Anda percayai terkait dengan kelahiran dan berupaya menerima
realitas korespondensi semua itu dalam kehidupan nyata padahal semuanya tiada
lain kecuali narasi, ceritera belaka; “asaathiir awwaliin”.
Sebutkan apa dan berapa biaya konsumsi anda maka seseorang dapat menebak
kelas sosial anda. Inilah era dimana manusia membeli sesuatu bukan karena
membutuhkan melainkan hasil dorongan produsen dengan membentuk mindset melalui
media. Gelombang skeptisisme menerjang begitu dahsyat dalam rangka pembentukan
mindset baru. Rekonstruksi pemahaman teks-teks agama merupakan kebutuhan
mendasar sehubungan dengan banyaknya ajaran agama yang tidak sejalan dengan
kecenderungan baru itu. Ideologi-ideologi yang terbentuk oleh sejarah sudah
tidak dapat dipertahankan untuk menjadi paradigma berpikir tentang sangkan
paran dumadi.
Di pihak lain, institusionalisasi agama dan formalisme ajaran-ajarannya
semakin berorientasi kepada jalan paralel dengan ultra materialisme. Cukup
menggabungkan diri kedalam salah satu organisasi perkumpulan keagamaan maka
Anda dijamin selamat di akhirat kelak. Institusi agama dipertahankan hanya
karena sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan otoritas keagamaan.
Agama dalam konteks sosialnya adalah baju koko, kopiah, sorban, jenggot, cadar,
majlis ta’lim, tempat ibadah, toga, tongkat dan alat-alat alinnya. Akan segera
muncul pusat rekrutmen da’i dan ustadz serta penyebar agama dengan dibekali
bahan-bahan ceramah tertentu untuk kemudian “dipasarkan” secara nasional maupun
lokal.
Ibarat putra nabi Nuh as yang oleh ayahnya diperingatkan bahwa tidak ada
jalan selamat hari ini kecuali bersama Allah, maka Indonesia dan umat
membutuhkan Maiyah. Memang, Maiyah bukan ajaran, bukan ideologi, bukan pula
aliran agama tetapi bisa menjadi basis pengajaran sebuah keyakinan yang pasti
atau kepastian yang meyakinkan di tengah dahsyatnya gelombang skeptisisme
terhadap apapun yang bernilai ideal. Maiyah, menurut salah satu dimensinya
yakni maiyatulloh, being together with Allah, berada dalam status
bersama Allah, dalam suasana apapun bersama Allah dengan tanpa argumentasi
teologis maupun filosofis memastikan keberadaan Allah dan kehadiranNya dalam
setiap langkah, setiap aktifitas bahkan setiap nafas. Amatlah penting bagi
manusia untuk memiliki kesadaran semesta yang paling sedikala akan
kebergantungan dan ketergantungan kepada Allah sebagai Pencipta, yang meniupkan
Ruh kedalam tubuh yang mati lalu menjadi hidup. Allah yang memelihara Ruh agar
tetap berada dalam tubuh hingga suatu waktu yang telah ditentukan tiba maka Ruh
kembali kepada Sang Pemilik asli dan tubuhpun kembali menjadi mati lagi.
Boleh jadi, tubuh kelihatan bergerak tapi sesungguhnya tidak hidup, karena
aksesnya terhalang dari Sang Pemberi kehidupan. Itu sebabnya mengapa manusia
dalam peradaban materialistis terlihat bagaikan robot yang digerakkan oleh
“remote control” karena tak lagi memiliki dirinya. Hanya dengan menjaga agar
akses Ruh kepada Allah tetap terpelihara maka manusia dapat menikmati kehidupan
yang sesungguhnya. Kehidupan yang tidak dibentuk oleh konstruksi mindset yang
palsu. Maiyah bukan anti kemajuan, bukan pula lawan peradaban melainkan
pembekalan agar manusia tetap pada porosnya sebagai khalifah yang diserahi
tugas memelihara alam semesta sesuai kehendak Penciptanya.
Mawlaana Muhammad Ainun Nadjib dikaruniai oleh Allah pengetahuan dan
kemampuan untuk menjabarkan konsep Maiyah dan menerapkan aplikasinya dalam
bentuk cinta segitiga Allah — Rasulullah — manusia. Mengapa Maiyah terikat oleh
cinta, karena hubungan yang intim dengan Allah dan RasulNya mustahil terbentuk
tanpa ketulusan, keikhlasan dan kemurnian jiwa. Ruh tidak bisa eksis dalam jiwa
yang selalu pamrih, riya, dan munafik sedangkan Ruh adalah jembatan kebersamaan
dengan Allah.
Tetapi tidak dengan bergabung dalam komunitas-komunitas Maiyah lantas
seseorang terjamin maiyahnya yakni cinta segitiganya. Namun Halaqah Maiyah
merupakan titik-titik air yang menyebarkan riak-riak ke wilayah sekitarnya
untuk tetap bergerak ke arah gelombang yang lebih besar. Atau titik-titik
cahaya yang menyinari alam sekitarnya untuk tetap mampu memandang segala hal
secara proporsional. Salikul-maiyah dalam proses mi’raj menuju Allah jatuh
bangun melampaui ujian demi ujian hingga akhirnya meraih Cahaya Allah.
Halaqat Maiyah, betapapun nampak aneh bagi kaum kapitalis, tidaklah terputus
dari kehidupan kita. Bahkan melalui maiyah justru dengan hubungan yang benar
dan tepat dengan Tuhan kemudian hubungan antar sesama manusia menjadi lebih
berarti. Sebagaimana jasa seorang genius tidak dinikmati oleh yang bersangkutan
sendiri tetapi oleh masyarakat, lingkungan dan bangsanya demikian pula hidup
dalam maiyah. Wajar kalau halaqat atau forum-forum maiyah terbuka untuk siapa
saja karena merupakan hak setiap makhluk untuk mengambil bagian dalam kehidupan
abadi yang dijanjikan Allah bagi para kekasihNya sebagai kehidupan yang sarat
makna. Kehidupan yang terkadang dapat dinikmati melalui sebuah aransmen musik
atau kisah cinta sejati, atau dalam keindahan sebuah lukisan ataupun dalam
sikap kepahlawanan para leluhur. Sesungguhnya jalan hidup maiyah adalah mahkota
bagi perkembangan hidup manusia, prestasi bagi kehidupan yang sarat makna dan
pembebasan diri dari dunia yang serba sementara. Maiyah adalah “al baqiyyat al
baaqiyah” bagi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar